Aku menganggap diriku terpilih, pilihan Allah untuk mengharungi semua ini. Namun, kadang-kadang aku bertanya-tanya, adakah aku benar-benar redha atau sebenarnya aku telah putus asa. Namun, aku terus melangkah hidup seperti biasa.
Sejak kecil, hidupku memang susah. Zaman dahulu tidak seperti sekarang. Hidup susah tanpa ada seorang pun yang mempedulikan. Guru-guru sekolah pun tidak ambil peduli. Alhamdulillah, Allah memberikan aku kecerdasan. Ayahku masuk Islam.
Sejak kecil, aku menjadi mangsa buli. Ayahku penuh dengan tato, membuatkan aku menjadi kutukan, hinaan tidak pernah lekang dari bibir orang. Orang-orang yang membisu adalah kerana kebijaksanaan belajarku, tetapi betapa cemerlangnya pun, orang sekeliling tidak menghargai.
Zaman belajar tidaklah mudah. Pada usia 10 tahun, aku tinggal bersama mak saudaraku. Aku diperlakukan seperti orang gaji, tetapi demi pendidikan, aku tabahkan hati. Pada waktu itu, aku baru berusia 4 tahun. Ketika aku naik darjah 5, mak saudaraku yang janda dengan 2 orang anak ingin berkahwin dengan lelaki dari luar. Aku dihalau.
Aku fikir, kembali tinggal bersama mak akan membuat hidupku lebih senang. Tetapi ternyata tidak. Setiap hari aku disindir oleh saudara-saudaraku. Makku mengatakan aku dihalau kerana sikap burukku. Aku bukan bodoh, tidak pandai menjawab, tetapi aku mulai merasa letih. Alasan asal aku tinggal bersama mak saudaraku adalah kerana ayah dan ibuku tidak mampu menyekolahkan aku. Untuk mengurangkan beban, aku terpaksa tinggal bersama mak saudaraku.
Jadi ketika aku berusia 11 tahun, aku kembali tinggal bersama mak. Tetapi masalah masih berlanjut. Makku selalu memarahi aku, mengatakan aku memiliki perilaku buruk yang membuat orang membenciku. Kakak perempuanku dan adikku menambahkan rasa tidak enakku. Aku? Aku hanya diam. Aku letih. Aku letih…
Suatu hari, mak meminta aku menemani temannya yang tinggal di Felda. Namanya Makcik Bedah. Dia punya 3 anak yang perlu diurus untuk sekolah. Jika aku merawat mereka, dia akan membiarkan aku pergi sekolah. Suaminya bekerja di Felda pada waktu pagi, jadi anak-anaknya tidak mendapat perhatian di pagi hari. Makcik Bedah juga bekerja di kilang, sama seperti ibuku. Aku? Aku hanya seorang anak. Aku lelah bekerja sejak usia 7 tahun. Hidup sebagai orang yang menumpang di rumah orang.
Tapi aku tidak punya pilihan. Maka dimulailah episodku sekolah tingkat satu sambil tinggal bersama Makcik Bedah. Aku selalu diuji. Alhamdulillah, Allah menyayangiku. Meskipun sekolah tidak mudah, aku berhasil. Aku diberkati dengan menjadi pelajar terbaik SPM. Gred 1, agregat 6. Sepuluh mata pelajaran, semua A+.
Namun, bagaimana pun, hidupku tidaklah mudah. Aku sering diejek oleh temanku karena aku tidak mampu membeli borang UPU. Setelah lulus SPM, aku mencari pekerjaan di Shah Alam melalui surat kabar. Fokusku adalah untuk belajar. Tujuanku adalah untuk masuk ke UiTM. Aku bekerja di sebuah taman kanak-kanak yang menyediakan tempat tinggal. Itulah bagaimana aku bertahan hidup selama aku bersekolah.
Aku berhasil masuk UiTM dengan hanya memiliki RM800 di saku, dua helai baju kurung, dan baju rumah sukan sekolah yang aku pakai ke universiti sampai semua orang menertawakanku. Aku memakai selipar karena tidak mampu membeli sepatu. Aku memiliki sepatu sekolah lama. Aku pakai itu untuk pergi ke kelas di universiti. Aku lelah, tetapi aku terus maju.
Aku pernah diejek oleh temanku karena meminta pinjam 20 sen, dan aku tidak memiliki cukup uang untuk naik bis mini. Akhirnya, aku harus berjalan kaki dua jam ke bank karena pada waktu itu uang PTPTN baru saja masuk. Aku dikutuk oleh orang lain karena membawa makanan dari asrama pelajar. Makan nasi putih dengan garam adalah hal biasa. Rambutku ditarik sampai berbekas adalah hal biasa. Itulah hidupku sampai kelas 4.
Pada akhir kelas 4, kakak perempuanku ingin menikah. Mak mengusirku dari rumah. Sebabnya, seorang pria pernah datang melamar kakak perempuanku. Ketika akan bertunangan, calon tunangan kakak perempuanku mengira bahwa aku adalah calon tunangan kakak perempuanku, bukan kakak perempuanku sendiri. Jadi dia menolak. Ketika kakak perempuanku ingin menikah, mak mengatakan dia tidak ingin aku mengganggu menantu perempuannya. Bayangkan perasaanku. Mak mengatakan bahwa ketika dia masih muda, usia 15 tahun, dia sudah mandiri bekerja. Jadi dia mengharapkan aku untuk bertahan dalam hidup. Ayat mak terus berputar di pikiranku, “Kau ingin menjadi perempuan simpanan, aku tak peduli.”
Aku duduk sendirian di halte bus tengah malam. Di kota kecil, pukul 10 malam tidak ada orang. Aku diserang oleh anjing. Untungnya, polisi menjumpaiku. Aku dibawa ke kantor polisi karena aku seorang perempuan. Mereka khawatir aku akan mengalami bahaya. Aku duduk di bangku kantor polisi itu selama dua hari menunggu. Akhirnya, polisi meyakinkanku untuk memberi tahu mereka di mana aku bersekolah.
Guru kelasku datang dengan suaminya. Mereka membantuku. Mereka bersikeras agar aku tinggal di kantor guru di sebelah rumah mereka. Karena aku tidak ingin tinggal bersama mereka, mereka memberikan ruang di kuarters guru bujangan yang memiliki kamar kosong. Jadi aku mulai tinggal bersama para guru yang mengajariku. Aku tidak pernah menceritakan apa pun karena aku yakin tidak ada yang akan mengerti.
Alhamdulillah, aku adalah pelajar terbaik SPM. Aku berhasil dengan gemilang. Aku mendapat anugerah naib censelor. Alhamdulillah. Apakah kalian pikir setelah masuk universitas hidup akan menjadi lebih mudah? Ujian masih datang kepada aku. Ketika aku bekerja, aku harus membantu ibuku. Jika aku tidak memberinya uang, ibu akan mengutukku. Karena aku tidak ingin menjadi anak durhaka, aku tetap diam. Sejak aku belajar di UiTM, aku memberi uang saku bulanan kepada ibuku. Aku menggunakan uang PTPTN untuk ibu. Ibuku berkata, “Apakah ini semua uang yang kau berikan? Kau pikir setelah masuk universitas, kau punya banyak uang. Kalau hanya sebanyak ini, lebih baik pergi bekerja di pabrik.” Aku tetap belajar. Dari mana aku bisa mendapatkan uang? PTPTN tidak cukup. Tapi aku memenuhinya. Aku bahkan pernah menggali sampah di fakultas untuk mencari sesuatu yang bisa aku ambil.
Allah Maha Baik. Dalam kesulitanku, Dia selalu memberiku rezeki yang cukup. Allah selalu mengirim orang-orang baik yang membantu aku. Alhamdulillah. Meskipun bantuannya hanya sebatang pena, pena itulah yang aku gunakan untuk tugas. Sepatu lama teman-temanku yang mereka buang, itulah rezeki untukku. Aku redha.
Terkadang aku mengalami masa-masa sulit. Aku pernah menikah setelah lulus belajar seperti yang diinginkan ibuku. Pilihannya adalah seorang polisi. Pangkatnya rendah. Hidupku semakin kacau. Setiap hari aku dipukul. Bahkan aku diserang. Suamiku adalah pemalas. Dia tidak peduli jika dia menyakiti istri orang lain. Dia berkata tidak akan menceraikanku.
Allah Maha Baik. Enam bulan setelah menikah, suamiku berselingkuh dengan istri orang lain. Istri orang itu bahkan memintanya untuk menceraikanku jika dia ingin menikahinya. Suatu hari suamiku tidak sengaja mengucapkan talak. Aku hanya bertahan selama enam bulan sebagai istrinya. Alhamdulillah.